Sabtu, 31 Maret 2018

Basic Geometry and Color Pattern

Sabtu, 31 Maret 2018


Day 3

Memasuki hari ketiga belajar matematika logis, Mami masih menyiapkan worksheet khusus, dengan tema tertentu. Mengapa hal itu diperlukan? Karena sebelum tantangan level enam ini dimulai, Zee sudah mengenal matematika dari aktivitas sehari-hari maupun benda yang ada di sekitar. Mami memang belum sekalipun mengenalkannya dengan teori matematika sederhana. Jadi kali ini, Mami memilih memulai hari-hari pertama tantangan dengan mengenalkannya teori terlebih dahulu.

Dua hari sebelumnya, kami sudah belajar sorting dan classifying objects serta counting numbers. Kali ini, giliran basic geometry dan pattern yang menjadi concern Mami. Saat Zee sedang tidur siang, Mami sudah menyiapkan worksheet yang berisi gambar berbagai macam bentuk, nama, serta crayon. Begitu Zee bangun di sore hari, ia meminta nonton video sebentar, sebelum akhirnya dengan berbinar menerima tawaran Mami untuk belajar.

“Dedek, kita belajar matematika yuk,” ajak Mami.

“Sambil main ini kita.” Mami melanjutkan ucapannya dengan mengacungkan worksheet yang ada di tangan ke arah Zee.

“Mau. Mau,” kata Zee cepat. Kamipun langsung beranjak ke ruang samping rumah.

“Ada circle!” seru Zee begitu kertas yang ada di tangan Mami berpindah ke lantai.

“Eh, pinter anak Mami,” puji Mami.

“Hari ini kita belajar apa, Dek?” tanya Mami. Zee menatap Mami, sejenak kemudian beralih memandangi kertas.

“Ini namanya geometri. Kita belajar bentuk-bentuk benda. Coba Dedek sebutkan ini apa namanya?” ujar Mami lalu dilanjutkan dengan bertanya kepada Zee.

“Circle,” jawab Zee cepat. Ia pun bertepuk tangan sambil tertawa.

“Circle apa tu bahasa Indonesianya?” Mami merasa perlu membiasakan Zee untuk menggunakan bahasa Indonesia saat sedang belajar, bukan hanya bahasa Inggris saja. Walau bagaimanapun, nantinya ia tetap akan menggunakan referensi berbahasa Indonesia juga, tidak hanya yang berbahasa Inggris saja. Jadi agar tidak terjadi kerancuan, pengenalan istilah matematika dalam bahasa Indonesia sangatlah penting.

“Lingkaran.” Dengan mantap Zee menjawab. Ya, ia memang sudah mengetahui beberapa bentuk geometri dasar.

“Kalau yang ini?” tanya Mami lagi. Zee terlihat berpikir keras.

“Tri...,” pancing Mami. Zee membuka mulut, dan menggerakkannya perlahan.

“Tri, tri, triangle?” ucap Zee sedikit ragu. Mami mengangguk sambil tersenyum. Mengonfirmasi tanpa suara.

“Kalau dalam bahasa Indonesia, apa disebutnya triangle tu?” tanya Mami.

“Segi, segitiga!” pekik Zee. Mami bertepuk tangan dan tersenyum lebar.

“Yeay, pintar,” ucap Zee senang.

“Ini square,” lanjut Zee sambil menunjuk gambar di bawah segitiga sebelum Mami bertanya.

“Square apa bahasa Indonesianya, Dek?” tanya Mami. Zee menatap Mami. Sepertinya, ia memang belum tahu atau mungkin saja masih susah mengingat tentang square ini.

“Square itu bahasa Indonesianya persegi. Atau bisa juga disebut bujur sangkar,” jelas Mami.

“Apa tu, Dek? Perse...,” Mami bertanya kepada Zee.

“Persegi. Bujur, bujur?” Zee mengulang ucapan Mami.

“Bujur sangkar,” sahut Mami cepat.

“Bujur sangkar,” ulang Zee.

“Nah, kalau yang ini, apa namanya, Dek?” Mami kembali mengajak Zee fokus.

“Rectangle.” Zee tanpa ragu menjawab. Mami bertepuk tangan.

“Rectangle itu bahasa Indonesianya persegi panjang,” kata Mami.

“Persegi panjang,” ulang Zee cepat.

Setelah selesai dengan konsep geometri dasar, kami melanjutkan dengan permainan pola. Kali ini, tetap menggunakan worksheet yang sama dengan sebelumnya. Dan pola yang Mami pilih adalah pola perubahan warna, karena Zee merupakan anak yang selalu terlihat tertarik dengan warna.

“Dek, lihat ini. Kita main tebak-tebakan yuk,” ajak Mami. Zee yang sebelumnya sudah berjalan ke arah tempat sepedanya terparkir, kembali lagi mendekati Mami.

“Lingkaran ini warna apa, Dek?” tanya Mami.

“Blue.” Lagi-lagi Zee menjawab dengan bahasa Inggris.

“Terus kalau yang ini?” tanya Mami lagi.

“Orange!” pekik Zee. Mami bertanya lagi untuk warna lingkaran setelahnya. Ada lima lingkaran yang sudah Mami beri warna, dan berakhir di warna biru.

“Nah, kalau lingkaran yang terakhir ini, warna apa, Dek?” Mami menunjuk lingkaran yang masih polos.

“White?” tanya Zee. Mami mengangguk.

“Terus, dia harus diberi warna apa dong?” Zee tampak memikirkan pertanyaan Mami.

“Kita ulangi lagi ya. Lihat ini, Dek. Ini namanya pola. Pola perubahan warna,” kata Mami menjelaskan, lalu memberikan jeda sejenak agar Zee mencerna perkataan Mami. Entah ia paham atau tidak, just she knows. Hehe.

“Ini warna biru. Terus oranye. Terus biru lagi. Lalu oranye. Nah, lingkaran ini warna biru lagi. Jadi habis biru itu warna oranye,” jelas Mami. Zee menatap Mami dan worksheet di hadapannya bergantian.

“Habis warna biru, warna apa ini, Dek?” tanya Mami.

“Orange!” Zee memekik kencang. Mami memujinya sambil bertepuk tangan.

“Berarti lingkaran white ini, kita kasih warna apa tu? Habis biru kan,” ucap Mami.

“Orange?” Zee bertanya dengan suara pelan, seolah ragu. Mami sontak tersenyum dan bertepuk tangan.

“Horaay, you're right.” Mami memuji Zee. Ia tersenyum lebar juga hingga kelihatan gigi putihnya.

Setelahnya, kami meneruskan permainan pola untuk beberapa bentuk geometri setelah lingkaran. Meskipun sesekali Zee masih perlu diberika arahan, namun secara garis besar ia sudah cukup memahami tentang aturan permainan yang kami lakukan hari ini. Zee juga belajar mewarnai sekaligus. Selain matematika, unsur art juga dipelajarinya sekaligus.

Nah, ada satu hal yang membuat Mami takjub pada si bocah. Anggap saja sebagai bonus dari pelajaran kami hari ini. Tanpa diduga, Zee melakukan sesuatu yang membuat Mami terkejut. Ia mengumpulkan crayon yang semula digunakan untuk mewarnai, lalu tiba-tiba meletakkan crayon sesuai warna bangun datar yang ada di worksheet.

“This is orange. Where is it? Where is it?” ucap Zee sambil mengangkat crayon warna orange.

“This is it. This is orange. Yeaay,” lanjut Zee sambil menunjuk lingkaran berwarna oranye. Setelah bertepuk tangan, ia meletakkan crayon di atas gambar lingkaran berwarna oranye. Beberapa menit selanjutnya, ia melakukan hal yang sama untuk warna-warna lain, sehingga semua gambar geometri tertutup dengan crayon.

Mami menatap Zee dengan bangga. Memang benar adanya, pada dasarnya, anak itu terlahir cerdas. Zee bahkan belum pernah belajar mencocokkan warna sebelumnya. Namun hari ini, dengan inisiatifnya sendiri, ia belajar sebuah hal baru. Bahkan ia berbicara menggunakan bahasa Inggris yang agak panjang, padahal biasanya Zee hanya menyebutkan kosakata-kosakata saja, bukan kalimat. Tetap semangat, Zee. Besok kita belajar hal baru lagi lho.

Pancar Matahari Family

Jumat, 30 Maret 2018

Counting Numbers

Jumat, 30 Maret 2018



Day 2

Setelah hari pertama tantangan level 6 kemarin Zee belajar sorting and classifying objects, hari ini ia belajar sambil mandi. Iya, si bocah ini memang saat mandi sangat suka membawa barang-barang untuk dimainkan. Salah satu yang ia suka adalah bermain botol sabun dan shampoo. Biasanya, Zee meminta Mami mengisi ember dengan air, lalu ia akan memasukkan mainannya ke dalam air. Bergantian dengan aktivitas menyusun satu persatu mainan tersebut di lantai kamar mandi.

Pagi ini, ia melakukan hal yang sama. Saat Mami mulai menyiram badannya dengan air, ia pun secara bersamaan menyusun botol shampoo dan sabun di lantai. Susunannya berurutan seperti gambar di atas. Namun karena sedang mandi, jadi tidak ada dokumentasi live. Foto di atas Mami ambil setelahnya sebagai ilustrasi saja.

“Dedek susun apa tu?” tanya Mami.

“Sabun harum,” jawab Zee sambil tersenyum. Ia mulai menyusun botol di depannya.

“Sabun Dedek ada berapa?” Mami mulai memancing untuk mengarahkan Zee memahami tentang basic counting numbers. Biasanya, Zee akan menebak jumlah benda sekehendak hati. Namun semenjak usianya dua tahun lima bulan, Mami secara perlahan membantunya mengenal konsep menghitung benda. Hari ini, ia juga melakukan apa yang sudah Mami ajarkan kepadanya.

“One...,” ucap Zee ragu-ragu. Ia hendak melanjutkan hitungan, namun dengan cepat Mami mengoreksi perkataannya.

“Pakai bahasa Indonesia, Dek,” sahut Mami cepat. Karena kali ini kami akan belajar counting sekaligus menyisipkan sedikit penjumlahan dan pengurangan sederhana, maka penggunaan bahasa Indonesia tentu saja akan lebih membantu. Zee memandang Mami.

“Satu, dua,” kata Zee. Ia tidak menurunkan intonasi, karena sepertinya sedikit ragu, apakah harus berhenti di angka dua atau tidak. Padahal sambil menghitung, ia juga menunjuk botol sabun. Untuk membantunya agar tidak kebingungan, Mami mengangguk dan tersenyum.

“Betul tu.” Mami bertepuk tangan.

“Jadi, sabun Dedek ada berapa?” tanya Mami. Zee menatap Mami sebentar.

“Du, dua?” Kalimat tanya yang keluar dari mulutnya, bukan jawaban pasti. Sekali lagi Mami mengangguk. Ia kini yang bertepuk tangan.

“Sekarang susun shampoonya. Sambil dihitung ya,” kata Mami. Zee dengan cepat mengeluarkan satu persatu botol shampoo dari dalam ember.

“One,” ucap Zee. Mami menggeleng, memberi isyarat tanpa kata agar ia tidak menggunakan bahasa Inggris.

“Satu, dua, tiga?” sahut Zee. Mami mengangguk. Botol sabun dan shampoo tersusun rapi.

“Jadi ada berapa botol shampoo Dedek?” tanya Mami.

“Tiga.” Kali ini ia menjawab dengan mantap.

“Kalau sabun dan shampoo, ada berapa?” tanya Mami. Ia menatap Mami dengan pandangan bertanya.

“Yuk, kita hitung semua.” Mami mengajak Zee menghitung, sambil menunjuk satu persatu botol.

“Satu, dua,” ucap Mami. Dan otomatis Zee meneruskan ucapan Mami sampai semua botol habis ditunjuk.

“Jadi, ada semua botol Dedek?” Mami bertanya ulang.

“Lima?” tanya Zee. Mami mengangguk.

“Betul. Botol sabun ada dua. Ditambah shampoo tiga. Jumlahnya jadi lima deh. Paham Dedek?” Mami menjelaskan dengan bahasa sederhana, entah dimengerti oleh bocah seumur Zee entah tidak. Haha.

“Nah, kalau shampoonya Dedek ambil, botolnya sisa berapa, Dek?” Setelah konsep penjumlahan, kali ini Mami sedikit mengenalkan pengurangan.

“Ambil botol shampoonya,” lanjut Mami. Zee mengikuti petunjuk Mami.

“Tadi ada berapa botol shampoonya?” Mami mengulang pertanyaan counting numbers yang kami lakukan sebelumnya. Ia menatap botol shampoo yang sudah berpindah tempat ke dalam ember.

“Tiga?” tanya Zee. Mami mengangguk.

“Terus sekarang botol sabun yang Dedek susun tu ada berapa?” Mami bertanya dengan cepat. Zee memandang botol sabun, bergantian dengan shampoo di dalam air.

“Dua.” Dengan cepat Zee menjawab.

“Betul. Yeaay. Jumlah botol sabun dan shampoo Dedek semuanya kan ada lima. Terus Dedek ambil botol shampoonya aja, tiga. Sisanya botol sabun kan, ada dua,” ujar Mami. Zee terlihat berpikir.

“Jadi, lima dikurang tiga, hasilnya dua,” lanjut Mami. Zee bertepuk tangan. Entah dia mengerti atau tidak, namun yang penting, hari ini si bocah happy karena bisa bermain sambil mandi sekaligus belajar matematika. Besok kita belajar yang lain lagi ya, Zee. Tetap semangat.

Pancar Matahari Family

Kamis, 29 Maret 2018

Sorting and Classifying Objects

Kamis, 29 Maret 2018


Day 1

Wah, tak terasa hampir setengah perjalanan terlewati di kelas Bunda Sayang Batch #3. Hari ini, game level 6 resmi dimulai, hingga 10 sampai 17 hari ke depan. Mudah-mudahan bisa konsisten melaporkan kegiatan Zee.

Setelah materi tentang literasi dan bahasa di sesi lima kemarin, kali ini giliran matematika logis yang jadi concern. Ya, bahasa dan matematika logis memang dua hal yang sangat krusial dan harus dikuasai anak sebagai modal untuk bertahan hidup, agar ia bisa memecahkan permasalahan yang bisa menghampiri kapan saja.

Hari ini, secara tidak direncanakan, Zee belajar memisahkan benda berdasarkan ukuran, atau dalam istilah matematika biasa disebut sorting and classifying objects. Hal ini tercetus saat si bocah sibuk bermain abjad, angka, dan puzzle plastik miliknya.

“Mi, Dedek mau buat tempat tidur Dedek bayi ni,” kata Zee. Mami yang semula tengah sibuk menata baju, langsung menoleh dan mendapati bocah aktif itu sedang berusaha keras merangkai puzzle. Di hadapannya puzzle berbagai warna dan ukuran berserak. Dan tercetuslah ide untuk mengajaknya belajar matematika sejenak.

“Zee, main dulu kita yuk. Sambil belajar. Mau?” tanya Mami. Zee terlihat berpikir sambil menatap Mami.

“Mau main sama Mami?” ulang Mami sambil tersenyum.

“Mau. Main. Main kita,” jawab Zee dengan riang.

“Puzzle Dedek ada banyak kan tu,” ucap Mami. Zee melihat tumpukan benda plastik aneka warna di depannya.

“Mana yang panjang, Dek?” Mami mulai memberikan pertanyaan pancingan. Zee memilah puzzle.

“Ini?” tanya Zee. Sebelah tangannya mengangkat puzzle panjang warna biru. Mami tersenyum lebar dan bertepuk tangan.

“That's right. You're smart,” puji Mami.

“Yeaay, pintar!” pekik Zee sembari bertepuk tangan. Biasanya setelah Mami memberikan pujian, ia memang akan ikut berteriak kegirangan. Mami sengaja membiarkan hal tersebut untuk menumbuhkan rasa percaya dirinya, bukan mengajarinya menjadi orang narsis.

“Terus mana yang pendek?” tanya Mami lagi. Dan dengan cepat Zee mengambil puzzle pendek warna kuning sambil diacungkan ke arah Mami. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Mami sekali lagi memberinya pujian.

“Nah, kita main yuk sekarang. Dedek kan udah tahu tuh mana puzzle panjang, mana puzzle pendek. Yuk kita pisahkan ya, seperti ini,” ucap Mami. Zee diam sambil mengamati mimik muka Mami. Sesekali ia menatap tangan Mami yang bergerak hendak mengambil puzzle.

“Puzzle panjang kita letakkan di sini. Puzzle pendek di sini. Sekarang Dedek ambil puzzle panjang. Hayoo, yang mana puzzle panjang?” Mami kembali memberinya challenge. Ia memilih puzzle di depannya. Dan pilihannya jatuh pada puzzle panjang warna pink.

“Ini!” pekik Zee.

“Betul. Puzzle panjang, kita letakkan di dekat temannya. Yang sama panjangnya. Yang mana tuh?” tanya Mami sambil menunjuk dua tempat puzzle berbeda ukuran yang sebelumnya kami letakkan.

“Ini. Di sini, Mi,” ujar Zee setelah mengamati beberapa saat.

“Eh, pinter anak Mami. Yuk, sekarang puzzle pink yang Dedek pegang tu letakkan deket temannya,” sahut Mami. Dengan cekatan Zee meletakkan benda yang sebelumnya ada di tangannya.

“Puzzle panjang udah. Sekarang giliran puzzle pendek. Yang mana puzzle pendek? Tunjukkan sama Mami,” kata Mami sambil menunjuk tempat puzzle yang masih bercampur ukuran panjang dan pendek. Zee mengaduk-aduk, dan menarik puzzle pendek berlubang warna kuning.

“Ini.” Zee menemukan pilihannya.

“Di mana kita letakkan puzzle pendek tu?” Mami menguji ingatan Zee dan penangkapan otaknya akan penjelasan Mami sebelumnya. Ia tampak berpikir. Dan ragu-ragu ia hendak menjatuhkan puzzle di tangannya ke dekat tempat puzzle panjang berada. Tidak langsung dijatuhkan begitu saja, ia melirik Mami dan mengamati wajah Mami. Mungkin karena ia melihat Mami memberikan isyarat bahwa yang ia lakukan itu belum betul, keragu-raguan makin merayapinya.

“Di sini?” Dengan suara pelan Zee bertanya. Mami tersenyum.

“No. Ini kan tempat puzzle panjang. Yang Dedek pegang itu puzzle apa?” tanya Mami.

“Pendek ni,” jawab Zee.

“Nah, kalau puzzle pendek, temannya puzzle apa?” tanya Mami lagi.

“Puzzle pendek,” sahut Zee mantap.

“Tuh kan tahu Dedeknya. Jadi, di mana kita letakkan puzzle pendek itu?” Mami menunjuk puzzle di tangan mungilnya. Ia kembali menatap dua gundukan puzzle di depannya. Panjang dan pendek yang terpisah jarak sekitar sejengkal jari tangan.

“Di sini?” tanya Zee menunjuk tempat puzzle pendek. Mami bertepuk tangan dan mengatakan bahwa jawaban Zee benar. Ia langsung menjatuhkan puzzle di tempatnya.

“Yuk, sekarang kita pisahkan puzzle itu ke dekat teman-temannya yuk,” ajak Mami.

“Dedek ambil puzzle panjang ya,” ujar Mami. Zee dengan cepat menyodorkan puzzle panjang warna biru ke hadapan Mami.

“Di mana kita letakkan puzzle itu?” Mami bertanya dengan semangat.

“Di sini!” pekik Zee sambil menunjuk tempat puzzle panjang berada.

“Dedek cari lagi ya puzzle panjang. Cari sampai habis, letakkan di dekat temannya ya,” kata Mami. Zee dengan bersemangat mengerjakan permintaan Mami.

“Habis, Mi,” kata Zee setelah tak tersisa lagi puzzle panjang.

“Nah, sekarang puzzle pendek lagi. Letakkan di dekat temannya. Ayo cepet. Cepet.” Mami memberikan tepukan penyemangat. Zee dengan tak kalah cepat langsung memindahkan puzzle pendek yang berserak ke dekat tempat puzzle pendek yang sudah tersusun sebelumnya.

“Yeeaay! Pintar. Udah selesai kita, Mi,” kata Zee riang. Mami bertepuk tangan. Tak menyangka juga ternyata si bocah yang biasanya tidak mau fokus ke satu hal, mau sejenak berkonsentrasi dengan permainan sederhana yang tidak direncanakan sebelumnya.

Besok-besok kita ciptakan permainan simple lagi ya, Zee. Tak perlu yang ribet, karena matematika itu tak harus rumit kok. Let's love math everywhere, kids.

Pancar Matahari Family

Kamis, 22 Maret 2018

Book Lover

Kamis, 22 Maret 2018


Aliran Rasa Game Level 5

Membuat pohon literasi, seakan menjadi booster bagi kami untuk kembali menjadwalkan kegiatan membaca secara rutin. One day one book. Semoga setiap anggota keluarga kami akan selalu konsisten menjalankan program tersebut.

Terima kasih kepada fasilitator, tim dapur Bunda Sayang Batch #3, perangkat kelas, korlan sesi 5, serta teman-teman pembelajar yang saling support dan memberi semangat.

Pancar Matahari Family

Kamis, 15 Maret 2018

Mombi Aja!

Kamis, 15 Maret 2018


Day 15

Yeay... tak terasa tantangan level 5 Bunda Sayang Batch #3 sudah memasuki hari kelima belas. Dan hingga saat ini, kami masih berusaha menjaga konsistensi dalam hal meningkatkan minat baca. Meskipun di awal kami berusaha menerapkan jadwal one day one book, secara khusus one book yang dimaksud adalah one title alias berbeda judul setiap hari. Namun saat pelaksanaannya, hal tersebut terkadang tidak terpenuhi, karena Zee maupun Mami membaca buku yang sama dalam beberapa hari, terlebih buku-buku tebal yang memerlukan waktu beberapa hari sampai tamat dibaca. Hanya Papi saja yang berganti-ganti judul bacaan setiap hari, karena Papi lebih suka membaca artikel maupun koran online.

Kejadian seperti di atas juga kami alami hari ini. Ketika Mami menawarkan judul-judul buku yang belum dibaca kepada Zee, responnya diluar dugaan.

“Dek, kita baca buku apa hari ini? Salman? Nabi Yunus? Abu Bakar?” tanya Mami.

“Nggak. Nggak. Nggak mau. Mombi aja Mami ambilkan,” jawab Zee.

“Kok baca Mombi terus? Kan udah dibaca kemarin. Baca buku yang lain aja yuk,” ajak Mami masih berusaha membujuk.

“Mombi aja. Dedek mau baca Loli, Mi!” pekik Zee. Akhirnya Mamipun mengalah dan menuruti keinginan Zee. Tak apalah, yang terpenting si bocah mau membaca hari ini. Zee tertawa lebar saat melihat Mami keluar kamar sambil membawa majalah di tangan.

“Ini bayangan Mombi ni, Mi,” ucap Zee. Ia menunjuk salah satu bayangan dari tiga gambar, yang sesuai dengan gambar Mombi di sebelah bayangan.

“Eh, pintar ya, Dedek. Udah tahu yang mana bayangan Mombi,” puji Mami. Zee bertepuk tangan.

“Ini kakaknya pakai topi orange nih. Yang mana topengnya, Mi?” Zee membalik halaman majalah yang menunjukkan gambar anak-anak memakai topi, dan harus disesuaikan dengan topeng senada warna topi.

“Yang mana, Dek?” tanya Mami.

“Ini, ini. Topeng orange juga,” sahut Zee cepat. Ia kembali menunjuk topi-topi yang lain. Zee lalu melanjutkan membaca halaman lain, ia menyebut berbagai alat musik tiup yang ada di gambar, donald di kolom iklan, serta gambar-gambar lain.

Jika Zee lagi-lagi membaca majalah Mombi, hari ini Mami menamatkan novel Resign karya Kal Almira Bastari yang sebelumnya telah Mami baca beberapa hari lalu. Dan ternyata, versi cetak yang dijual ini berbeda dengan yang ada di wattpad. Ada beberapa perubahan, seperti misalnya unsur keromantisan yang sedikit berlebihan di wattpad, tidak dimunculkan di versi cetak. Hal ini membuat unsur romantika di buku ini tidak terlalu mencolok. Namun justru hal itu menjadi daya tarik tersendiri, terlebih bagi para pembaca yang kurang menyukai cerita roman picisan.

Jika Mami dan Zee membaca buku yang sama dengan beberapa hari lalu, Papi malah tidak membaca kali ini. Tak mengapa, Mami mengerti, karena padatnya pekerjaan yang harus Papi selesaikan beberapa hari ini pasti cukup menyita waktu. Meskipun begitu, Papi masih menyempatkan diri untuk berdiskusi mengenai cerita Mombi bersama Zee.

Pancar Matahari Family

Rabu, 14 Maret 2018

Retelling Story Ala Zee

Rabu, 14 Maret 2018


Day 14

Menjelang penghujung masa tantangan level 5, daun Zee dan Mami tidak bertambah. Bukannya kami tidak membaca, namun buku yang kami baca adalah buku-buju yang nama judulnya sudah pernah dituliskan di salah satu daun, jadi kami tidak membuat naa yanh sama di daun yang berbeda. Sedangkan daun hijau kepunyaan Papi masih belum menunjukkan tanda-tanda akan bertambah kuantitasnya juga, karena Papi yang sibuk dengan pekerjaan memang tidak sempat membaca hari apapun hari ini.

Hari ini, Zee membaca majalah Mombi. Setelah mandi pagi, ia yang masih berada di kasur langsung meminta Mami mengambilkan majalah tersebut. Jika biasanya si bocah akan berteriak minta dibacakan, namun kali ini ia hanya diam, sehingga Mami lebih dulu menawarkan.

“Dedek mau Mami bacakan Mombinya?” tanya Mami.

“Nggak, nggak. Dedek bisa baca sendiri,” jawab Zee cepat. Oke, fix. Ini anak sok bisa baca. Batin Mami.

“Mi, lihat Loli ni,” ucap Zee. Mami yang tengah bercermin, menoleh dan langsung mendapati pemandangan Zee yang tengah membuka halaman cerita Loli tengah mencari selendang untuk belajar menari.

“Itu Lolinya ngapain?” tanya Mami.

“Biar Dedek baca,” sahut Zee jumawa. Mami tertawa. Emang dasar bocah sok iye.

“Loli melakukan, apa yang Loli itu lakukan? Ibu keluar. Selendang Loli di mana? Kamar Ibu. Iya, kamar Ibu. Lalu suara gendang televisi. Nang nung. Loli pun menari,” cerocos Zee, yang sontak membuat Mami tergelak. Meskipun bercerita dengan bahasa alien, namun rupanya ia masih menyimpan memori tentang kisah Loli yang Mami bacakan sebelumnya. Hebat.

“Eh, Dedek pintar cerita ya,” puji Mami. Zee meringis, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya, bercerita sembari membaca setiap halaman majalah Mombi.

Sore harinya, Zee yang menolak untuk diajak tidur, meminta Mami membacakan buku Gunung. Namun bukannya mendengarkan dengan baik, ia malah menyuruh Mami membaca buku Gunung sendiri. Alhasil Mamilah yang menamatkan cerita Zee yang tengah berpetualang melihat gunung Merapi dari gardu pandang Kaliurang.

Pancar Matahari Family

Selasa, 13 Maret 2018

Dongeng Malam

Selasa, 13 Maret 2018


Day 13

Sudah masuk hari ketiga belas tantangan level lima ternyata. Sungguh tidak terasa. Kemarin daun di pohon literasi kami berjumlah 28, kini menjadi 31 buah. Kali ini bukan hanya daun Zee dan Mami saja yang bertambah, tetapi daun warna hijau kepunyaan Papi juga bertambah.

Papi yang tengah mengerjakan project layout buku, sepulang kerja memilih membaca artikel seputar indesign, software yang akan digunakan untuk mengedit dan menata naskah sebelum dicetak.

Lain halnya dengan Papi, Mami hari ini membaca salah satu antologi yang baru saja terbit dan seleai cetak. Antologi tersebut berjudul Life is Yummy, yang merupakan kumpulan kisah flash fiction yang Mami tulis bersama dengan penulis perempuan lainnya. Di dalam Life is Yummy ini, terdapat berbagai macam genre yang terdiri dari kisah-kisah fiksi yang menarik bertema makanan.

Seperti Mami, Zee juga membaca buku cetak. Ceritanya terjadi saat tengah malam, menjelang pukul satu dini hari, ia yang tidak mau tidur meminta untuk membaca buku.

“Pi, Papi. Ambilkan buku kambing, Pi,” pinta Zee. Ia memang lebih suka membaca cerita bersama Papi dibandingkan Mami, terlebih saat tengah malam sebelum tidur.

“Buku kambing tu buku apa?” tanya Papi.

“Buku kambing. Buku kambing. Ambilkan. Itu, itu,” tunjuk Zee ke arah rak buku, alih-alih menyebut judul buku yang ia inginkan dengan benar.

“Buku nabi Muhammad Dedek maunya? Buku Aminah?” Setelah berpikir beberapa saat, Mami baru menyadari mau Zee. Si bocah mengangguk dan tersenyum lebar. Mami langsung meminta Papi mengambilkan buku yang Zee maksud di rak buku. Tanpa menunggu lama, Zee yang sudah menanti langsung membuka boardbook yang menceritakan tentang kehidupan Rasulullah tersebut. Ia meminta Papi membacakan halaman yang ia mau. Mami yang ada di sebelah mereka sesekali tersenyum dan menimpali jalannya cerita maupun menambahkan kisah jika ada gambar yang menarik perhatian Zee.

Pancar Matahari Family

Senin, 12 Maret 2018

Mau Kue atau Buku?

Senin, 12 Maret 2018


Day 12

Wah, tak terasa sudah dua belas hari kami melakukan tantangan level 5 di kelas Bunda Sayang Batch #3. Hingga hari ini, total daun di pohon literrasi kami ada 28. Kali ini, daun Zee bertambah satu, begitupun daun Mami. Sementara daun Papi masih belum bertambah lagi.

Aktivitas membaca si bocah ini baru dilakukan malam hari. Selepas isya, Zee menagih janji kepada Mami dan Papi untuk ke toko buku. Iya, si bocah memang sejak beberapa hari lalu minta dibelikan majalah Bobo. Namun saat sudah berada di toko buku malam ini, ia berubah pikiran saat melihat majalah Mombi yang mungkin saja menurutnya lebih menarik. Alhasil, ia lebih memilih membawa pulang majalah Mombi tersebut. Baru saja keluar mall, Zee langsung merengek minta majalahnya.

“Mana, Mi? Mana Mombinya?” tanya Zee. Mami yang sedang berjalan di samping Papi langsung mencari tempat duduk. Deretan bangku di sepanjang jalan menjadi pilihan. Mami mengeluarkan majalah dari dalam tas, yang disambut dengan senyum lebar khas bocah dua tahun.

“Dedek baca situ ya, ya.” Alih-alih ikut Mami dan Papi duduk di bangku besi berwarna hijau, ia malah duduk di jalanan, dan dengan santainya membuka majalah.

“Pi, Papi. Ini ngapain Mombinya, Pi?” Zee berteriak kepada Papi yang tengah memakan kue bersama Mami. Papi langsung berjalan menghampiri Zee.

“Ini namanya bukan Mombi. Ini Loli,” kata Papi.

“Lolinya ngapain?” tanya Zee lagi.

“Lolinya mau menari. Itu bawa selendang. Warna apa selendang Loli tu, Dek?” Papi menunjuk gambar selendang yang ditalikan di perut Loli.

“Warna apa? Warna merah.” Zee memekik, lalu tertawa.

“Bahasa Inggrisnya merah itu red,” ujar Zee. Papi dan Mami bertepuk tangan lalu memuji Zee.

“Dedek mau kue nggak?” Mami menawarkan kue kepada Zee. Sebelum keluar mall tadi, kami memang singgah di counter roti, membeli cheese cake dan muffin cokelat kesukaan Zee.

“Nggak. Nggak. Mami makan sendiri aja kuenya. Dedek mau baca aja, nggak mau kue,” ujar Zee cepat. Mami dan Papi tertawa. Terlebih saat ia langsung menarik tangan Papi agar memperhatikan gambar-gambar yang ditunjuk olehnya di setiap halaman majalah. Ada gambar alat musik, baju adat, balon, dan lain sebagainya.

Jika Zee memilih majalah, Mami justru mulai membuka novel bergenre metropop karya Almira Bastari yang sedang booming, berjudul Resign. Sampai dituliskan kisah ini, baru beberapa halaman saja yang berhasil Mami baca. Sebelum membeli versi cetak, Mami sudah mengikuti cerita Kak Almira ini di wattpad. Dan memang tidak dapat disangkal, alur dan penggalian karakternya cukup kuat. Setting Ibukota dengan dunia kerja yang gila-gilaan memang merupakan tema yang sangat pas untuk diangkat ke dalam cerita. Tulisan Kak Almira ini seolah mewakili perasaan sebagian besar para pekerja kantoran yang setiap hari berkutat dengan kubikel dan tumpukan dokumen hingga jam lembur di luar batas normal. Saat mulai mengikuti cerita ini dapat dipastikan pembaca akan larut ke dalam penggambaran setiap tokoh, kejadian, serta tempat yang selalu membuat baper. Pokoknya dua jempol buat Kak Almira.

Pancar Matahari Family

Minggu, 11 Maret 2018

Tertukar

Minggu, 11 Maret 2018



Day 11

Hari pertama setelah melewati jumlah setoran minimal tantangan level 5 Bunda Sayang Batch #3 ini jumlah daun di pohon literasi kami bertambah dua buah. Dan seperti biasa, daun Zee dan Mami yang semakin lebat, sementara daun Papi masih tetap seperti semula. Kini, total daun di pohon kami ada 26 buah.

Hari ini, cerita lucu tentang Zee dan buku akan Mami tuliskan. Karena kemarin kami membahas buku orang besar dan buku anak-anak, sepertinya hari ini Zee masih penasaran dengan buku IEP karya Dee Lestari.

“Dek, mau baca buku?” tanya Mami setelah Zee selesai mandi pagi.

“Buku Nabi Yunus mau?” lanjut Mami karena Zee tidak kunjung mengatakan keinginannya, mau membaca buku atau tidak.

“Mau. Mami ambilkan buku Nabi Yunus,” sahut Zee. Mami dengan cepat memberikan buku tersebut kepada Zee.

“Mi, buku Nabi Yunus nggak mau Dedek, Mi. Mau buku Mami aja,” kata Zee sesaat setelah memandang buku di hadapannya.

“Buku Mami yang mana?” tanya Mami.

“Itu. Itu. Buku besar Mami. Buku yang berat tu,” tunjuk Zee ke arah rak buku.

“Itu kan buku orang besar, Dek. Masa iya anak kecil baca buku itu?” Mami enggan menuruti permintaan Zee.

“Mamilah yang baca buku besar,” tukas Zee. Sepertinya ia tahu jika Mami keberatan jika ia membaca buku IEP. Akhirnya Mami mengambil buku bersampul putih dan membawanya ke atas kasur.

“Mi, buku kita tertukar,” ucap Zee tiba-tiba. Mami mengerutkan dahi.

“Nggaklah. Buku Dedek itu Nabi Yunus. Buku anak-anak. Kalau buku berat ini buku Mami. Orang besar yang boleh baca.” Mami terus mencoba agar ia mau membaca buku sesuai usianya. Namun akhirnya si bocah merengek, dan Mami dengan sedikit terpaksa memberikannya buku tebal yang ada di tangan Mami. Dengan cekatan Zee membuka halaman demi halaman, lalu membaca sesuka hati.

“Mi, Mami nggak baca?” tanya Zee.

“Itu Mami mau baca. Tapi bukunya kan Dedek minta,” ucap Mami.

“Mami baca buku Nabi Yunus aja. Dedek kan udah besar, mau baca buku Mami,” pungkas Zee sebelum kembali sibuk dengan telling story berbahasa 'ala-ala'. Alhasil, dunia kami terbalik. Mami membaca kisah kaum Ninawa dan Nabi Yunus sedangkan Zee seolah larut ke dalam pusaran dunia Dee Lestari. 

Ah, dasar bocah. Maunya memang aneh-aneh. But, it's ok. Setidaknya Zee masih mau memegang buku tanpa merasa terpaksa. Semangat, sampai jumpa esok pagi.

Pancar Matahari Family

Sabtu, 10 Maret 2018

Buku Anak-Anak

Sabtu, 10 Maret 2018


Day 10

Yeay... sampai juga di sepuluh hari perjalanan tantangan level 5 Bunda Sayang Batch #3, meningkatkan minat membaca anak. Hingga hari ini, total daun yang ada di pohon literasi kami berjumlah 24 buah. Tapi sayang, saat tulisan ini dibuat, daun hari terakhir belum sempat dipasang karena Zee terus mengajak main, sementara Mami belum sempat menempel kertas pada daun yang telah diwarnai, untuk dituliskan judul buku yang kami baca.

Daun berwarna hijau kepunyaan Papi belum bertambah, masih berjumlah empat buah. Sementara daun Mami genap sepuluh buah. Hari ini, Mami membaca ulang buku terakhir Supernova, Intelegensi Embun Pagi, karya Dee. Membaca satu per satu buku Supernova membuat kita seolah hanyut di dalamnya, mengikuti setiap tokoh yang digambarkan oleh Dee mencari jati diri. Meskipun gaya penceritaan dan pemilihan tema Supernova terbilang berat dan unik, namun buku ini punya penggemarnya sendiri. Dan Mami merupakan salah satu yang menikmati tulisan Dee. Memang diperlukan perenungan yang dalam agar kita dapat betul-betul memahami inti cerita yang ingin disampaikan penulis cantik tersebut. Oleh karena itu, tak heran jika karya Dee tergolong ke dalam sastra serius dan cukup berat.

Saat Mami tengah membaca IEP, Zee yang semula asyik bermain lego, tiba-tiba beranjak mendekati Mami.

“Mi, Dedek pinjam buku berat Mami tu,” ucap Zee.

“Buat apa? Emang Dedek mau baca buku ini?” tanya Mami.

“Iya,” jawab Zee. Mami lalu memberikan buku tersebut kepada Zee.

“Ini buku berat Mami. Aduh, berat. Dedek nggak kuat,” cerocos Zee. Ia berusaha mengangkat buku bersampul putih tersebut. Dengan kerutan di dahi dan napas berat, ia akhirnya berhasil mengangkat buku Mami. Zee lalu membuka halaman demi halaman dan bertingkah seolah sedang membaca. Mami tertawa dibuatnya.

“Dek, Dedek baca buku punya Dedek ajalah. Itu buku Mami,” ujar Mami. Zee memandang Mami sejenak, lalu berkata dengan santai.

“Ini buku Mami ni. Buku orang besar. Dedek baca buku anak-anak ajalah. Mami tolong ambilkan, Mi,” sahut Zee.

“Buku apa? Yang judulnya apa?” tanya Mami.

“Buku apa ya?” Zee bergaya seolah sedang berpikir, lalu berlari menuju kamar, melihat rak buku.

“Buku itu, Mi. Buku Dedek bayi,” ucap Zee sambil menunjuk deretan buku di rak. Mami lalu mengambilkan buku yang diminta oleh Zee. Buku berjudul Baby Care Day by Day itu merupakan buku panduan merawat bayi baru lahir hingga berumur satu tahun, yang Mami beli dua setengah tahun lalu saat hendak melahirkan Zee. Dengan lincah, jari-jari mungil Zee membuka satu persatu halaman buku. Setiap gambar yang ia lihat, selalu diberikannya komentar. Mulai dari gambar bayi sedang dimandikan Ibunya, bayi dipakaikan popok, seorang Ibu yang tengah menyuapi anaknya makan, hingga aktivitas Ibu dan anak lainnya. Dari situ Zee beberapa kali bertanya, apakah dulu waktu bayi ia juga dipakaikan popok, dimandikan, dan lain sebagainya. Si bocah juga bercerita, seolah ia mengingat kisah bayinya. Dan berakhirlah aktivitas membaca hari ini dengan menyalakan laptop, karena Zee meminta Mami memutar video waktu dirinya bayi, lengkap dengan foto-fotonya.

Jumlah minimal tantangan sudah terlewati, tetapi mudah-mudahan besok kami masih bisa tetap melanjutkan aktivitas membaca secara rutin. Sampai jumpa esok pagi.

Pancar Matahari Family

Jumat, 09 Maret 2018

Semut Kecil dan Kaki Besar

Jumat, 9 Maret 2018


Day 9

Memasuki hari kesembilan, daun Papi yang masih berjumlah empat buah, masih belum bertambah. Lain halnya dengan daun Zee dan Mami yang terus tumbuh. Total daun dipohon kami sekarang ada 22 buah.

Papi yang sangat sibuk, tampaknya memang belum bisa menjaga konsistensi untuk terus membaca setiap hari. Dari sembilan hari yang sudah terlewati, belum sampai separuh perjalanan yang dilalui Papi dengan membaca. Tak mengapa, semua berawal dari kebiasaan dan kemauan. Setidak masih tumbuh daun di cabang ranting bagian Papi, tidak kering kerontang.

Mami yang memang tidak bisa melalui hari tanpa membaca, kali ini memilih membaca cerita di wattpad seperti biasa. Giliran tulisan Kak Julie Hasyim aka @BurningLady90 yang berjudul Perfect Competition. Dalam cerita ini, tokoh utama perempuan bernama Vara dan si laki-laki bernama Naga, selalu bersaing di dalam kompetisi apapun. Di masa lalu, mereka bersaing untuk memperebutkan posisi ketua BEM, sedang masa kini, mereka harus memperebutkan jabatan manajer di kantor. Namun celakanya, si Naga menaruh hati kepada Vara sejak dulu, dan ia selalu berambisi untuk memenangkan hati gadis pujaannya. Tetapi memang tidak semudah yang terlihat, karena Vara bukan tipe perempuan yang mudah menyerah dan mau dikalahkan begitu saja, terlebih untuk urusan hati. Meskipun tulisan ini masih on going, namun Mami sedikit banyak sudah dapat memetik pesan moral yang Kak Julie selipkan di dalamnya. Laki-laki itu kodratnya memimpin, dan seambisiusnya seorang perempuan, mau tidak mau memang harus menurunkan ego dan menerima kenyataan jika posisi pemimpin itu adalah bagian laki-laki. Selain itu, terkait hati dan perasaan, dua hal tersebut tidak bisa diprediksi, apalagi digunakan sebagai ajang kompetisi. Perasaan tidak bisa diatur, mau ke arah mana ia menuju. Apakah mencintai orang yang kita benci atau tidak, bukan hak kita untuk mengatur. Ia selalu akan menemukan jalannya sendiri.

Bocah dua tahun lebih yang selalu suka bereksplorasi, hari ini juga membaca beberapa buku. Namun satu buku saja yang benar-benar ia sentuh. Selepas mandi pagi, belum sempat lagi Mami memakaikan baju, Zee sudah minta diambilkan buku berjudul Sulaiman.

“Mi, ambilkan buku Sulaiman. Dedek mau baca. Mami bacakan,” kata Zee.

“Tunggu, Mami pakaikan baju dulu, baru kita baca buku. Oke?” sahut Mami. Awalnya Zee merengek tetap mempertahankan pendapatnya. Namun setelah Mami berkata memakai baju itu hanya butuh waktu sebentar, ia menurut untuk diam.

“Udah, Mi. Kita baca lagi sekarang,” tembak Zee langsung begitu Mami seleai memasangkan celananya. Kali ini Mami menuruti permintaannya. Si bocah tertawa girang, lalu langsung saja membuka halaman demi halaman boardbook yang ada di tangannya. Ia membaca dengan bahasa ala dirinya, sebelum kemudian kembali berucap.

“Mi, bacakan ini,” kata Zee sambil menunjuk gambar semut-semut kecil yang sedang berbaris. Dengan sigap Mami menyelesaikan dua buah kalimat pendek di halaman yang sedang Zee perhatikan. Selesai membaca, Zee tidak langsung puas begitu saja. Ia mencecar Mami dengan berbagai pertanyaan dan mau tidak mau Mami harus melakukan aktivitas telling story kepadanya. Dari bacaan yang kami habiskan berdua, Mami menyelipkan nilai kebaikan, yaitu tentang menghargai semua makhluk hidup, seperti yang dicontohkan nabi Sulaiman, tidak membiarkan para prajuritnya menginjak kawanan semut yang sedang beraktivitas di lembah. Nabi Sulaiman memberikan kesempatan kepada gerombolan semut untuk lewat terlebih dahulu, baru kemudian bala tentaranya kembali melanjutkan perjalanan. Mami juga menceritakan kepada Zee tentang kelebihan nabi Sulaiman yang bisa berbicara kepada hewan. Zee mendengar dengan mata berbinar dan langsung protes begitu Mami menghentikan cerita.

Hari ini cukup seru aktivitas literasi kami. Semoga besok tidak kalah semangat dibanding hari ini.

Pancar Matahari Family

Kamis, 08 Maret 2018

Konsistensi dan Kesibukan

Jumat, 8 Maret 2018


 Day 8

Memasuki hari kedelapan ini, jumlah daun pohon literasi kami ada dua puluh buah. Delapan daun kuning, empat daun hijau, serta delapan daun oranye. Dan menjaga sebuah konsistensi di tengah kesibukan yang tiada berakhir, sungguh merupakan proses yang tidak mudah. Hari ini, lagi-lagi hanya Mami dan Zee yang membaca. Papi yang sedang padat dengan berbagai rutinitas, memilih meliburkan diri untuk sekadar membaca artikel maupun koran sekalipun.

Zee yang tidak pernah lepas dari buku-buku koleksinya, kali ini membaca buku karangan Bapak Muzi A. Marpaung, yaitu 52 Eksperimen Sederhana Indonesia Main Sains. Beberapa dari eksperimen yang dijabarkan secara sederhana di dalam buku tersebut sudah kami praktikkan, dan hal itu selalu diingat-ingat oleh Zee. Ia bisa menyebutkan bagian mana yang belum kami coba.

Lain halnya dengan Zee, Mami kali ini membaca cerita online di wattpad. Hari ini tulisan Kak Prajna Paramita yang Mami baca. Tulisan itu berjudul When We Meet Again. Karena belum finish, konflik yang disuguhkan belum lengkap. Pesan moral yang disampaikan oleh penulis juga belum sepenuhnya bisa disimpulkan. Namun ada satu hal yang menjadi daya tarik cerita ini. Tokoh utama perempuan bernama Gadis, serta tokoh utama laki-laki bernama Bhaga, memilih untuk keluar zona nyaman, dengan tidak bekerja di perusahaan keluarga mereka, dan memilih bekerja di bidang yang mereka senangi. Sungguh merupakan sebuah pelajaran yang bagus bagi orang tua. Bahwa kadangkala memaksakan sesuatu yang menjadi kehendak kita kepada anak, bukanlah suatu hal yang baik. Bisa jadi si anak merasa tidak nyaman.

Masih setengah perjalanan lagi tantangan level 5 ini berakhir, sehingga diperlukan semangat yang terus membara. Sampai jumpa esok pagi.

Pancar Matahari Family

Rabu, 07 Maret 2018

Yaasin

Rabu, 7 Maret 2018


Day 7

Hari ini memasuki hari ketujuh tantangan level 5. Jumlah daun di pohon literasi kami yang kemarin ada enam belas buah, kali ini bertambah dua lagi. Satu daun berwarna oranye punya Zee, dan satu lagi daun kuning milik Mami. Hari ini Papi bercerita jika sedang banyak pekerjaan, sehingga libur menyetorkan judul bacaan.

Zee yang biasanya tidak lepas dari buku, malam ini memilih membaca buku yaasin. Ia terus merengek mulai dari saat Mami sedang salat ashar hingga magrib tiba.

“Mami ambilkan buku yaasin warna green,” kata Zee.

“Emang Dedek mau baca apa?” tanya Mami. Zee memilih diam hingga Mami menyerahkan yaasin kepadanya.

“Ini alhamdulillah ni. Dedek mau baca.” Setelah membolak-balik halaman yaasin, Zee mulai melafalkan basmallah, lalu ayat demi ayat surat al fatihah ia lantunkan. Ah, sejuk terdengar. Sungguh, membaca ayat Allah tanpa paksaan merupakan anugerah luar biasa. Setelah selesai, Zee bertanya mengenai surat al falaq. Ia membuka-buka halaman buku yaasin dengan tersenyum riang.

Lain halnya dengan Zee, kali ini Mami memilih menikmati puisi demi puisi yang ditulis oleh teman-teman sesama penulis perempuan, yang tergabung dalam antologi berjudul Balada Sayap Pernikahan. Di dalam buku tersebut terdapat berbagai cerita tentang pernikahan yang digambar melalui sajak-sajak indah dan menawan. Mami saja ikut terhanyut ketika menghayati satu demi satu karya teman-teman tersebut.

Hari ini aktivitas literasi kami cukup sederhana. Semoga besok kami bisa kembali berdiskusi mengenai bacaan yang kami lahap masing-masing.

Pancar Matahari Family

Selasa, 06 Maret 2018

Suka Karena Terbiasa

Selasa, 6 Maret 2018



Day 6

Setengah perjalanan dari jumlah setoran minimal tantangan level 5 Bunda Sayang Batch #3 terlewati sudah. Syukur alhamdulillah, hingga detik ini tidak ada yang merasa terpaksa untuk membaca buku ataupun bacaan lainnya. Hari ini, daun di pohon literasi Pancar Matahari Family bertambah tiga, sehingga total daun yang menghiasi pohon sederhana itu total berjumlah enam belas buah.

Papi yang biasanya sibuk dengan pekerjaan, pagi-pagi sekali sudah menyetorkan judul bacaan yang dilahapnya. Papi membaca tentang minyak kelapa yang tidak boleh dipanaskan, karena akan merusak kandungan lemak tak jenuh ganda yang ada di dalamnya. Dari diskusi kecil itu terciptalah obrolan menjelang Papi berangkat kerja. Mulai dari rasa minyak kelapa yang sangat gurih, begitu sedapnya rasa makanan yang digoreng menggunakan minyak kelapa, hingga harganya yang lumayan membuat kantong bolong.

Berbeda dengan Papi yang memilih membaca artikel, Mami tetap setia dengan novel sebagai bahan bacaan. Kali ini salah satu reading list di wattpad yang Mami baca, judulnya Suami Satu Semester. Meskipun di dalam gaya berceritanya terdapat ungkapan dan kata-kata sedikit kasar khas anak kuliahan, namun pesan yang diselipkan oleh penulis sungguh membuat pembaca berpikir dan merenung. Sesuatu yang terlihat baik dari luar, belum tentu sama baiknya dengan bagian dalamnya. Begitulah kira-kira pesan yang Mami tangkap. Ya, di cerita tersebut, penulis mengisahkan tentang Junia, yang terpaksa harus menyelamatkan harga diri keluarganya dan menikah dengan Pak Nugraha, dosen tidak tetap di kampusnya, yang kebetulan menjadi Pembimbing Skripsi yang sedang ia kerjakan. Nasib tidak bagus yang dialami Junia disebabkan oleh Ivy, Kakak perempuannya, yang seharusnya menikah dengan Nugraha, malah hamil di luar nikah dengan laki-laki lain. Ivy yang terlihat lembut, sopan, dan baik di luar, ternyata mampu melakukan sesuatu yang tidak pernah disangka oleh siapapun. Lain halnya dengan Junia yang tampak kasar dan kurang sopan, justru berhati mulia, mau menanggung beban yang diakibatkan oleh perbuatan Ivy. Ya, kadangkala kita memang tidak bisa serta merta menilai dan menghakimi seseorang hanya dengan melihat penampilan luarnya saja. Inilah yang kita sebut sebagai hikmah dari membaca. Adakalanya, lewat sebuah cerita, fiksi sekalipun, kita bisa memetik nilai kebaikan.

Jika Mami membaca secara online, Zee siang hari memilih membaca buku Dunia Hewan. Buku ini merupakan salah satu ensiklopedia sederhana keluaran BIP.

“Mi, Dedek mau baca buku hewan. Mami ambilkan,” pinta Zee sesaat setelah memakai baju, waktu kami selesai mandi pagi.

“Iya. Ini bukunya. Dedek mau baca yang mana?” tanya Mami, sambil mengulurkan buku berwarna merah ke arah Zee yang tengah berbaring di kasur.

“Lihat ini, Mi. Ada bebek berenang. Dia berenang di kolam, sama anak-anaknya.” Zee membuka halaman kedua buku yang menunjukkan gambar bebek berenang di kolam.

“Ada singa ini juga. Gimana suara singa, Mi? Aum aum,” ucap Zee sambil menirukan suara singa. Mami tersenyum dan mengamati bocah dua tahun lima bulan itu.

“Mi, ini apa? Ini kodok kan?” Tangan mungil Zee menunjuk hewan berwarna cokelat. Rupanya seekor marmut.

“Bukan kodok itu, Dek. Itu namanya marmut,” sahut Mami.

“Bukan kodok. Marmut ini,” kata Zee mengulang ucapan Mami.

“Ada marmut besar. Ada marmut kecil,” lanjutnya.

“Marmutnya ada berapa ini, Mi?” tanya Zee.

“Ada berapa, Dek? Coba hitung.” Mami mengembalikan pertanyaan untuk dijawab oleh Zee. Ia terlihat berpikir sebentar.

“Ada dua. Bukan. Ada tiga,” ucap Zee cepat. Mami bertepuk tangan sambil memuji Zee yang sudah bisa menyebutkan jumlah marmut yang ia lihat.

Meskipun bukan menghitung satu persatu dan mungkin saja si bocah hanya menebak-nebak saja, tetapi hal itu cukup membuat Mami bahagia. Begitulah membaca, sebuah aktivitas yang bisa dimaksimalkan untuk belajar banyak hal. Dan jika kita sudah membiasakan membaca setiap hari, pasti tidak akan ada rasa terpaksa. Kita akan menyukai aktivitas tersebut, dan bisa jadi ada kecenderungan kita menikmatinya.

Sudahkah kamu membaca hari ini? Kami sudah lho. Yuk membaca.

Pancar Matahari Family

Senin, 05 Maret 2018

Midnight Book (Again)

Senin, 5 Maret 2018



Day 5

Setengah dari perjalanan sepuluh hari tantangan level 5 Bunda Sayang Batch #3, kami masih semangat untuk terus membaca. Hari ini, daun berwarna oranye bertambah satu, begitu pula daun kuning dan hijau yang juga semakin rimbun. Baik Zee, Papi, maupun Mami masing-masing membaca sebuah bacaan.

Zee yang paling rajin membuka buku. Aktivitas rutin itu ia lakukan tengah malam, menjelang pukul satu. Ia yang memang tidak mau tidur, memilih membaca buku seperti hari kemarin.

“Mi, ambilkan buku Utsman,” kata Zee.

“Emang Dedek nggak mau tidur?” tanya Mami.

“Nggak. Dedek mau baca aja. Hidupkan lampu tolong, Mi,” ujar Zee.

“Ini ada kakek, minta kue,” ucap Zee.

“Mana kakeknya?” tanya Mami.

“Ini,” tunjuk Zee sambil melihat salah satu halaman boardbook warna biru yang ada di hadapannya.

“Itu siapa yang kasih kue?” Mami mencoba memancing.

“Utsman yang kasih kue. Utsman baik. Nanti masuk surga,” sahut Zee cepat.

“Kalau Dedek, mau masuk surga?” Zee menatap Mami yang sedang bertanya.

“Mau,” jawab Zee. Mami mengelus kepala bocah super aktif itu. Lalu ia kembali meminta Mami berkisah tentang Utsman, sambil telunjuk mungilnya menunjuk gambar-gambar yang membuatnya tertarik. Membaca buku yang berkisah tentang salah satu khalifah di zaman Rasulullah ini Mami jadikan ajang untuk mengajarkan kepada Zee tentang kedermawanan, berbagi kepada sesama, serta selalu bersedia membantu orang-orang yang sedang membutuhkan pertolongan kita.

Jika Zee membaca di malam hari, Papi justru memilih membaca sebuah artikel saat pagi baru saja datang, sebelum sarapan dan berangkat ke kantor. Kali ini Papi membaca tulisan tentang teknologi, yang berjudul Sepuluh Teknologi Komputer Tercanggih di Dunia, dari sebuah situs di internet. Papi memang penggemar teknologi, jadi bahan bacaannya pun tak jauh-jauh dari berita dan perkembangan bidang tersebut. Sayang saat tulisan inu diposting, kami belum sempat membahas isi artikel tersebut secara detail, sama seperti yang sering kami lakukan. Kesibukan Papi dengan project membuat ilustrasi membuat kesulitan meluangkan waktu untuk berdiskusi seperti biasa. Tak mengapa, setidak Papi masih menyempatkan diri untuk membaca, meskipun hanya sebuah artikel. Yang namanya tulisan, pasti tetap mengandung sebuah nilai kebaikan dan manfaat. Semangat, Pi.

Nah, Mami yang biasanya membaca cerita online, siang tadi justru membaca buku fisik. Sebuah antologi yang Mami tulis bersama dengan 61 penulis perempuan lain itu kembali Mami baca. Buku yang berisi puluhan kisah inspiratif tentang orang tua tersebut berjudul Dear Ayah Bunda: Suksesku Ada di Ridamu. Membaca kisah penuh haru yang dikemas apik oleh masing-masing penulisnya dalam buku ini kembali membuat buliran air mata mengalir tak terbendung. Memang cerita tentang suka duka kehidupan yang pernah dijalani semasa masih tinggal bersama orang tua, akan selalu menggetarkan hati siapapun. Bahkan Mami yang merupakan salah satu penulis saja akan selalu ikut larut di dalam kisah bahagia maupun pilu perempuan-perempuan hebat sesama penulis.

Hari ini sebenarnya Zee membaca beberapa buku juga, namun Mami sengaja tidak membuatkan daunnya karena ia hanya membolak-balik tiap halaman tanpa benar-benar mengamati gambar maupun ceritanya. Bagi kami, membaca itu harus menghasilkan sebuah pemahaman baru, menghasilkan sebuah ilmu yang diserap oleh otak. Jika hanya membuka-buka buku, kami menyebutnya 'bermain', hanya ajang untuk menstimulasi minat membaca dan kecerdasan linguistiknya. Semoga esok hari Zee membaca banyak buku tanpa meninggalkan keinginan untuk memahami makna tulisan yang ia baca.

Sampai jumpa esok pagi.

Pancar Matahari Family

Minggu, 04 Maret 2018

Midnight Book

Minggu, 4 Maret 2018



Memasuki hari keempat tantangan level 5 Bunda Sayang Batch #3, semangat Zee untuk membaca masih besar. Hingga hari ini, daun di pohon literasi kami sudah berjumlah sepuluh buah. Empat daun berwarna oranye, dua daun hijau, serta sisanya daun berwarna kuning.

Papi yang sempat absen membaca dua hari, kali ini kembali membaca, meskipun hanya sebuah artikel, bukan buku elektronik maupun fisik. Artikel yang dibaca Papi kali ini berkaitan dengan dunia astronomi, yaitu Produksi Bintang di Galaksi Bimasakti Lebih Rendah dibandingkan di Galaksi Lain di Antariksa. Artikel tersebut Papi baca dari okezone.com. Dari artikel tersebut, muncul diskusi antara Papi dan Mami. Hal yang kami bahas mengenai pemilihan dan makna kata 'produksi' di awal judul artikel. Produksi ini seperti apa? Terdengar rancu bagi pembaca yang awam masalah astronomi. Tetapi akhirnya kami menyimpulkan bahwa maksud dari kata 'produksi' sendiri adalah terbentuknya bintang baru ketika bintang-bintang yang lain sudah 'mati' atau kehilangan cahayanya.

Sama dengan Papi, Mami juga memilih membaca melalui media online. Namun yang Mami baca adalah novel wattpad. Kali ini Mami membaca salah satu cerita Alnira yang berjudul Randa Tapak. Alnira merupakan salah satu penulis wattpad kesukaan Mami. Ciri khas dia dalam bercerita itu selalu pas, tidak ada yang dipanjang-panjangkan ataupun dipangkas biar lebih sedikit. Alnira juga seringkali mengangkat tema yang tidak mainstream. Randa Tapak ini salah satu contohnya. Unsur romansa tidak begitu mendominasi dalam cerita tentang dandelion ini. Kasus yang diangkat adalah passion si tokoh perempuan yang bernama Ola. Seorang mahasiswi yang tidak menikmati kuliah di jurusan manajemen, dan lebih memilih menggunakan waktu senggangnya untuk membuka sebuah layanan curhat online di platform facebook serta privat via telepon. Rupanya, Ola begitu menjiwai menjadi seorang pendengar dan pemberi saran. Hari-hari yang ia lewati dengan mendengarkan berbagai macam masalah dari kliennya, membuatnya mengubah haluan tujuan hidupnya. Ola memutuskan berhenti kuliah manajemen dan beralih masuk jurusan psikologi di usianya yang seharusnya sudah lulus dan bekerja. Karena passion yang tepat inilah ia berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan waktu singkat. Sungguh sebuah pesan moral yang bermanfaat dapat kita ambil dari cerita ini, bisa digunakan sebagai bahan renungan Mami sebagai orang tua.

Berbeda dengan Papi dan Mami, Zee selalu tertarik dengan buku-buku cetaknya. Aktivitas membaca sudah Zee lakukan saat tanggal tiga baru saja berlalu. Ia membaca buku di tengah malam buta, tepat pukul 01.00 WIB. Saat Mami mengajaknya tidur, ia menolak dan memaksa Mami untuk kembali menyalakan lampu kamar.

“Mami nyalakan lampu. Dedek nggak mau tidur,” ucap Zee.

“Emang Dedek mau ngapain lagi? Ini kan sudah malam banget,” sahut Mami.

“Buku. Mami ambilkan. Kita baca yuk, Mi.” Dengan mata yang masih secerah mentari, Zee menunjuk rak buku.

“Buku apa?” tanya Mami.

“Khadijah,” jawab Zee. Ia menunjuk rak paling atas, tempat beberapa koleksi boardbooknya semasa bayi.

“Ini ada khadijah, ada Mami, ada Papi. Dedek mana? Mi, Dedeknya mana?” celoteh Zee begitu ia membuka buku dan melihat gambar Khadijah di antara keramaian.

“Itu yang kecil tu Dedek. Yang di belakang,” kata Mami sambil menunjuk gambar seorang anak kecil yang berdiri di bagian belakang kerumunan orang-orang.

“Dedek mau masuk surga kayak Khadijah.” Tiba-tiba Zee berujar.

“Yang bener? Dedek mau masuk surga?” tanya Mami.

“Iya. Dedek suka masuk surga,” jawab Zee cepat. Mami tersenyum.

“Kalau mau masuk surga, Dedek harus jadi anak apa?” Mami kembali bertanya.

“Jadi anak baik. Nanti Allah sayang. Dedek masuk surga,” sahut Zee cepat sambil tersenyum pintar. Mami bertepuk tangan.

“Anak Mami pintar ya,” puji Mami. Zee meringis, lalu kembali membuka halaman demi halaman buku yang ada di hadapannya.

Teruslah membaca, Nak. Karena lewat aktivitas itulah Mami bisa menyelipkan nilai-nilai moral dan karakter yang baik buat dirimu.

Pancar Matahari Family

Sabtu, 03 Maret 2018

Maukah Kamu Membaca Buku?

Sabtu, 3 Maret 2018



Day 3

Hari ini merupakan hari ketiga tantangan level 5 Bunda Sayang Batch #3. Dan hingga detik ini, pohon literasi keluarga kami sudah bertambah dua lagi daunnya, sehingga total ada tujuh daun. Untuk menstimulasi kemampuan Zee dalam bercerita dan mengungkapkan perasaan, sumber bacaan merupakan modal utama. Jadi memang sejak ia usia sembilan bulan, setiap hari Mami selalu bertanya, maukah kamu membaca buku? Buku apa? Judulnya apa? Alhamdulillah, setiap Mami bertanya, meskipun tidak seketika itu juga Zee langsung mau diajak membaca buku, tetapi pada hari yang sama, ia pasti teringat pertanyaan Mami dan minta untuk diambilkan buku saat ia menginginkannya. Seperti siang ini misalnya.

Setelah selesai makan siang, Zee sibuk dengan permainan kartunya. Camilan siap sedia berada di sebelah tangannya. Sesekali ia berbaring sambil bermain. Hal ini tentu saja langsung Mami manfaatkan untuk mengajak si bocah membaca buku.

“Dedek mau baca buku?” tanya Mami. Zee terlihat berpikir sambil memasukkan camilan ke dalam mulut.

“Mau. Buku itu. Buku itu. Mami ambilkan.” Beberapa menit setelahnya Zee menjawab pertanyaan Mami sambil menunjuk rak buku.

“Buku itu buku apa? Yang mana? Judulnya apa?” Kalau sedang malas, Zee memang tidak mau menyebutkan judul buku yang diinginkannya.

“Itu, Mi. Itu. Buku Hassan,” ujar Zee dengan sedikit kesal karena Mami mendesaknya untuk menyebutkan judul buku yang mau ia baca.

Zee dengan antusias langsung menunjuk gambar anak-anak di sampul Ensiklopedia Junior Anak-Anak di Dunia sambil menyebut kata 'black', 'white', serta 'brown' sesuai warna kulit anak-anak tersebut. Ia lalu membuka halaman demi halaman buku dan meminta Mami bercerita sesuai gambar yang ia tunjuk. Dari ensiklopedia ini, Zee belajar banyak hal. Mulai dari budaya tiap suku di dunia, peta yang menunjukkan lima benua besar, sistem persekolahan yang ada di dunia, jenis makanan khas, dan lain sebagainya. Hampir setengah Zee menghabiskan halaman buku hingga akhirnya ia meminta Mami mengambilkan buku lain, namun hanya dibuka-buka saja tanpa dibaca, jadi tidak Mami tuliskan di daun kepunyaan bocah aktif itu.

Sore harinya, saat Zee tidur, giliran Mami yang mendapatkan kesempatan untuk membaca. Kali ini Mami kembali mengikuti kisah Lila dan Hendi di cerita berjudul (Masih) Tentang Dia, salah satu tulisan Kak Titi Sanaria di wattpad. Cerita ini cukup memikat ketika pertama kali Mami membacanya beberapa minggu lalu. Banyak pesan moral yang diselipkan oleh Kak Titi di sana. Salah satunya adalah tentang mahalnya kepercayaan. Jika kita telah mengikatkan diri di dalam pernikahan suci, sebaiknya menghindari pertemuan ataupun urusan yang tidak penting dengan lawan jenis, karena bisa jadi hal tersebut memicu kesalahpahaman pasangan. Selain itu, dari sikap Lila yang selalu menghindari Hendi, pembaca juga bisa belajar bahwa ketika sebuah permasalahan membelit diri kita, alangkah lebih baik tidak kita hindari. Memghadapi sebuah masalah tentu saja memerlukan kekuatan yang besar, namun menghindarinya justru menjadikan energi kita tersedot habis karena masalah tersebut pasti selalu menghantui diri kita.

Hari ini, hanya Mami dan Zee yang membaca, sementara Papi, masih seperti kemarin, disibukkan dengan banyaknya project desain. Mudah-mudahan besok Papi bisa kembali membaca seperti pada hari pertama tantangan level 5 ini dimulai.

Pancar Matahari Family

Mau Baca Buku? Install iPusnas Yuk!

Selasa, 13 November 2018 Day 1 Membaca buku merupakan salah satu aktivitas yang patut dibiasakan oleh orang tua terhadap anak-a...