Kamis, 29 Maret 2018
Day 1
Wah, tak terasa hampir setengah perjalanan terlewati di kelas Bunda Sayang Batch #3. Hari ini, game level 6 resmi dimulai, hingga 10 sampai 17 hari ke depan. Mudah-mudahan bisa konsisten melaporkan kegiatan Zee.
Setelah materi tentang literasi dan bahasa di sesi lima kemarin, kali ini giliran matematika logis yang jadi concern. Ya, bahasa dan matematika logis memang dua hal yang sangat krusial dan harus dikuasai anak sebagai modal untuk bertahan hidup, agar ia bisa memecahkan permasalahan yang bisa menghampiri kapan saja.
Hari ini, secara tidak direncanakan, Zee belajar memisahkan benda berdasarkan ukuran, atau dalam istilah matematika biasa disebut sorting and classifying objects. Hal ini tercetus saat si bocah sibuk bermain abjad, angka, dan puzzle plastik miliknya.
“Mi, Dedek mau buat tempat tidur Dedek bayi ni,” kata Zee. Mami yang semula tengah sibuk menata baju, langsung menoleh dan mendapati bocah aktif itu sedang berusaha keras merangkai puzzle. Di hadapannya puzzle berbagai warna dan ukuran berserak. Dan tercetuslah ide untuk mengajaknya belajar matematika sejenak.
“Zee, main dulu kita yuk. Sambil belajar. Mau?” tanya Mami. Zee terlihat berpikir sambil menatap Mami.
“Mau main sama Mami?” ulang Mami sambil tersenyum.
“Mau. Main. Main kita,” jawab Zee dengan riang.
“Puzzle Dedek ada banyak kan tu,” ucap Mami. Zee melihat tumpukan benda plastik aneka warna di depannya.
“Mana yang panjang, Dek?” Mami mulai memberikan pertanyaan pancingan. Zee memilah puzzle.
“Ini?” tanya Zee. Sebelah tangannya mengangkat puzzle panjang warna biru. Mami tersenyum lebar dan bertepuk tangan.
“That's right. You're smart,” puji Mami.
“Yeaay, pintar!” pekik Zee sembari bertepuk tangan. Biasanya setelah Mami memberikan pujian, ia memang akan ikut berteriak kegirangan. Mami sengaja membiarkan hal tersebut untuk menumbuhkan rasa percaya dirinya, bukan mengajarinya menjadi orang narsis.
“Terus mana yang pendek?” tanya Mami lagi. Dan dengan cepat Zee mengambil puzzle pendek warna kuning sambil diacungkan ke arah Mami. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Mami sekali lagi memberinya pujian.
“Nah, kita main yuk sekarang. Dedek kan udah tahu tuh mana puzzle panjang, mana puzzle pendek. Yuk kita pisahkan ya, seperti ini,” ucap Mami. Zee diam sambil mengamati mimik muka Mami. Sesekali ia menatap tangan Mami yang bergerak hendak mengambil puzzle.
“Puzzle panjang kita letakkan di sini. Puzzle pendek di sini. Sekarang Dedek ambil puzzle panjang. Hayoo, yang mana puzzle panjang?” Mami kembali memberinya challenge. Ia memilih puzzle di depannya. Dan pilihannya jatuh pada puzzle panjang warna pink.
“Ini!” pekik Zee.
“Betul. Puzzle panjang, kita letakkan di dekat temannya. Yang sama panjangnya. Yang mana tuh?” tanya Mami sambil menunjuk dua tempat puzzle berbeda ukuran yang sebelumnya kami letakkan.
“Ini. Di sini, Mi,” ujar Zee setelah mengamati beberapa saat.
“Eh, pinter anak Mami. Yuk, sekarang puzzle pink yang Dedek pegang tu letakkan deket temannya,” sahut Mami. Dengan cekatan Zee meletakkan benda yang sebelumnya ada di tangannya.
“Puzzle panjang udah. Sekarang giliran puzzle pendek. Yang mana puzzle pendek? Tunjukkan sama Mami,” kata Mami sambil menunjuk tempat puzzle yang masih bercampur ukuran panjang dan pendek. Zee mengaduk-aduk, dan menarik puzzle pendek berlubang warna kuning.
“Ini.” Zee menemukan pilihannya.
“Di mana kita letakkan puzzle pendek tu?” Mami menguji ingatan Zee dan penangkapan otaknya akan penjelasan Mami sebelumnya. Ia tampak berpikir. Dan ragu-ragu ia hendak menjatuhkan puzzle di tangannya ke dekat tempat puzzle panjang berada. Tidak langsung dijatuhkan begitu saja, ia melirik Mami dan mengamati wajah Mami. Mungkin karena ia melihat Mami memberikan isyarat bahwa yang ia lakukan itu belum betul, keragu-raguan makin merayapinya.
“Di sini?” Dengan suara pelan Zee bertanya. Mami tersenyum.
“No. Ini kan tempat puzzle panjang. Yang Dedek pegang itu puzzle apa?” tanya Mami.
“Pendek ni,” jawab Zee.
“Nah, kalau puzzle pendek, temannya puzzle apa?” tanya Mami lagi.
“Puzzle pendek,” sahut Zee mantap.
“Tuh kan tahu Dedeknya. Jadi, di mana kita letakkan puzzle pendek itu?” Mami menunjuk puzzle di tangan mungilnya. Ia kembali menatap dua gundukan puzzle di depannya. Panjang dan pendek yang terpisah jarak sekitar sejengkal jari tangan.
“Di sini?” tanya Zee menunjuk tempat puzzle pendek. Mami bertepuk tangan dan mengatakan bahwa jawaban Zee benar. Ia langsung menjatuhkan puzzle di tempatnya.
“Yuk, sekarang kita pisahkan puzzle itu ke dekat teman-temannya yuk,” ajak Mami.
“Dedek ambil puzzle panjang ya,” ujar Mami. Zee dengan cepat menyodorkan puzzle panjang warna biru ke hadapan Mami.
“Di mana kita letakkan puzzle itu?” Mami bertanya dengan semangat.
“Di sini!” pekik Zee sambil menunjuk tempat puzzle panjang berada.
“Dedek cari lagi ya puzzle panjang. Cari sampai habis, letakkan di dekat temannya ya,” kata Mami. Zee dengan bersemangat mengerjakan permintaan Mami.
“Habis, Mi,” kata Zee setelah tak tersisa lagi puzzle panjang.
“Nah, sekarang puzzle pendek lagi. Letakkan di dekat temannya. Ayo cepet. Cepet.” Mami memberikan tepukan penyemangat. Zee dengan tak kalah cepat langsung memindahkan puzzle pendek yang berserak ke dekat tempat puzzle pendek yang sudah tersusun sebelumnya.
“Yeeaay! Pintar. Udah selesai kita, Mi,” kata Zee riang. Mami bertepuk tangan. Tak menyangka juga ternyata si bocah yang biasanya tidak mau fokus ke satu hal, mau sejenak berkonsentrasi dengan permainan sederhana yang tidak direncanakan sebelumnya.
Besok-besok kita ciptakan permainan simple lagi ya, Zee. Tak perlu yang ribet, karena matematika itu tak harus rumit kok. Let's love math everywhere, kids.
Pancar Matahari Family
Tidak ada komentar:
Posting Komentar