Day 4
Minggu, 5 November 2017
Hari ini merupakan hari yang sibuk bagi kami. Mami dan Papi harus membuat sample produk makanan untuk persiapan usaha baru. Pagi-pagi, Mami sudah membangunkan Zee dan mengajaknya mandi. Tak ada drama yang terjadi, karena Mami membisikkan kalimat 'kita mau jalan' di telinga Zee saat membangunkannya. Bocah berumur dua tahun itu memang paling senang pergi keluar rumah. Termasuk ikut Mami dan Papi ke pasar.
Akhirnya setelah mandi dan memasak menu makan hari ini, kami bertiga pergi ke pasar pagi Arengka. Zee termasuk anak yang baik dan tidak pernah rewel jika diajak ke pasar. Mungkin karena sejak usianya enam bulan, ia sudah biasanya kami ajak ke tempat ramai tersebut. Begitu sampai di tempat parkir, mata Zee berbinar.
“Dedek mau naik odong.” Mami menoleh mencari di manakah gerangan odong-odong yang ia katakan tersebut. Setelah menyisir sekitar, ternyata bunyi nyanyian yang terdengar itu bukan dari tukang odong, melainkan sales susu kental manis yang sedang promosi.
“Itu bukan odong Dek. Tante itu jual susu. Dedek mau?” Mami menawari Zee.
“Nggak mau. Odong aja.” Zee masih mempertahankan keinginannya.
“Malam ya. Sekarang nggak ada odong. Es krim mau?” Akhirnya Mami mengganti pilihan agar ia tidak merengek.
“Mau. Dedek mau es krim.” Dengan ceria Zee melihat tukang es krim.
“Oke. Sekarang kita belanja dulu ya. Abis itu baru beli es krim.” Zee mengangguk.
Di dalam pasar, Zee tenang dalam gendongan Papi, sementara Mami sibuk berbelanja. Kami menyelesaikan semuanya dengan cepat karena takut Zee kepanasan. Sampai di luar, rupanya ia kembali teringat tentang es krim.
“Es krim, Mi. Dedek mau es krim.” Baiklah, kali ini kamu boleh makan es krim, Bocah kecil.
“Kita duduk dulu sini ya baru makan.” Mami menjelaskan dengan kalimat sederhana sebelum Zee mulai menyendok es krim beraneka rasa. Ia mengangguk dan Mami tersenyum sambil membelai rambutnya.
Setelah selesai, kami pun langsung pulang. Sampai di rumah, untuk mengalihkan perhatiannya agar tidak mengganggu pekerjaan Mami dan Papi, kami memberinya mainan. Papi membentang tikar di belakang rumah.
“Dedek main cetak-cetak.” Ah, mulai lagi ini bocah. Mami memang tidak pernah membiarkan Zee main dogh tanpa pengawasan, karena kadangkala ia masih suka memasukkan mainan tersebut ke dalam mulut.
“Kita main kaleng aja mau?” Mami menawarkan pilihan.
“Kaleng soya mau, Mi.” Karena Mami tengah sibuk di depan kompor, Papi yang mengambilkannya.
“Dedek main sendiri ya. Mami sama Papi mau masak.” Mami menjelaskan dengan suara lembut dan Zee mengangguk. Syukurlah, setidaknya untuk beberapa saat ia akan tenang.
Lama ia berkutat dengan kaleng dan suara-suara musik dari handphone. Sambil sesekali minta diambilkan susu uht, kue, dan makanan lain. Lalu tiba-tiba ia berteriak. Mami yang sedang fokus di dapur menoleh.
“Mi, tengok, Mi! Menara Dedek ini, Mi! Tinggi menara Dedek.” Ia tersenyum sambil memperlihatkan hasil karyanya. Rupanya tujuh buah kaleng soya dan sarang burung sudah tersusun menjulang tinggi ke atas.
“Eh, anak Mami pintar ya buat menara. Keren menara Dedek ni.” Mami memberinya pujian sambil bertepuk tangan. Zee berputar-putar sambil tersenyum lebar, sesekali menyanyikan lagu-lagu kesukaannya.
Begitulah, selama Mami dan Papi sibuk di dapur, selama itu pula ia sibuk dengan berbagai macam mainan. Dan akhirnya, kami memberinya kesempatan untuk bermain dogh saat sudah bisa mengawasi tanpa meninggalkan pekerjaan.
Zee adalah anak yang hebat. Di usia sekecil ini ia sudah bisa diajak berkomunikasi dua arah. Sungguh anugerah yang luar biasa bagi kami. Besok kita main lagi ya, Zee.
Pancar Matahari Family
Tidak ada komentar:
Posting Komentar