Day 3
Sabtu, 4 November 2017
Zee is drama queen! Ya, semua hal yang berhubungan dengan bocah kecil ini memang selalu penuh drama. Seperti pagi ini misalnya. Hampir satu jam lebih Mami membujuknya untuk segera mandi pagi, dan baru berhasil saat jarum jam menunjukkan angka sepuluh. Ada saja yang diucapkan sebagai alasan. Mulai dari makan kacang dululah, main dogh dululah, main crayon, main lilin, hingga saat tak ada lagi yang mau dikatakan, ia pun memilih lari dan bersembunyi dari kejaran Mami. Akhirnya Mami kembali memberi pilihan.
“Dedek mau main lilin sebentar terus mandi, atau mandi dulu habis itu kita main lilin, main crayon, dan makan es krim?” Mendengar kata-kata Mami, Zee tampak berpikir. Maklumlah anak umur dua tahun kalau dihadapkan dengan kalimat agak rumit pasti butuh waktu untuk mencerna.
“Mandi dulu ya? Baru main lagi kita. Nanti makan es krim.” Mami kembali berucap. Zee menatap mata Mami, lalu dengan pandangan berbinar-binar, ia tertawa.
“Es krim, mau! Mau!” Hahaha. Gotcha! Si krucil ini memang tidak bisa mendengar kata es krim.
“Kalau mau es krim, Dedek mandi dulu ya.” Satu, dua, tiga. Mami menghitung dalam hati sambil tersenyum. Dan benar saja!
“Iya. Dedek mandi.”
Begitu di dalam kamar mandi, ia pun mulai berakting. Lengkap dengan ekspresi yang sangat meyakinkan.
“Dedek dingin, Mi! Dedek takut dingin.” Sambil memeluk Mami yang terpaksa merelakan baju basah terkena air.
“Ngapain takut dingin? Dedek kan udah besar.” Ah, memang si bocah tengil ini suka sekali menjahili Mami.
“Pura-pura Dedek. Dedek pura-pura. Pura-pura takut dingin.” Astaga! Emaknya saja dikerjain kan?
Akhirnya Mami dengan cepat menyiram badan Zee lagi dan mulai menyabuni tangan, kaki, serta bagian lagi.
“Mi! Dedek bisa, Mi! Dedek bisa!” Sambil kedua tangannya menggosok dada dan perut, Zee menyampaikan maksud bahwa ia sudah bisa mandi.
“Ih, anak pintar. Hebat Dedek ya sudah bisa mandi sendiri.” Mami memberikan pujian spesifik, dan membuat Zee tersenyum lebar dengan menampakkan deretan gigi kecilnya.
Setelah selesai mandi, Zee sibuk membongkar mainan bongkar pasang, alfabet, serta buku-bukunya. Tak lupa juga crayon dan buku gambar. Mami pikir ia sudah lupa soal es krim, namun ternyata ingatan si bocah ini tak bisa diragukan lagi.
“Dedek mau es krim, Mi! Es krim!” Sambil berlari ke arah kulkas, ia memekik. Mami mengejarnya.
“Tunggu, Zee! Biar Mami ambilkan.” Zee memandang Mami ragu.
“Dedek duduk dulu di dekat Baba ya.” Baba adalah panggilan Zee kepada Abang sepupunya. Zee mengangguk dan kembali berlari menghampiri Abangnya di depan televisi.
“Nih! Dedek satu, Baba satu ya.” Zee dan Baba sama-sama tertawa. Rupanya Zee tidak mau makan sambil duduk. Ia memegang es krim rasa nanas buatan Mami sambil berlari ke sana kemari hingga sampai di belakang rumah.
“Dek, duduk sini, Dek.” Mami menunjuk bangku kayu, dan akhirnya Zee menurut. Drama kembali terjadi saat es krim di tangan Zee tinggal sekali gigit.
“Lagi, Mi! Dedek mau es krim lagi!” Dengan tangan belepotan bekas tetesan es krim, ia berlari kembali menghampiri kulkas.
“No!” Mami sejenak melupakan tentang komunikasi produktif karena geram melihat tangan kotor Zee yang sedang memegang pintu kulkas. Namun rupanya hal itu justru membuatnya merajuk.
“Dedek mau, Mi! Mau es krim lagi! Mau!” Mami diam sebentar, lalu menarik napas dalam. Sepertinya bocah aktif ini harus diberikan pengertian lagi.
Mami berjalan mendekati Zee, lalu berjongkok di depannya untuk mendapatkan posisi sejajar. Tangan Mami memegang kedua bahu Zee sambil tersenyum.
“Dedek mau es krim lagi?” Zee mengangguk.
“Nanti kalau pilek gimana? Kemarin kan habis pilek.” Mendengar perkataan Mami, Zee hanya berkelap-kelip, lalu ia mencebik.
“Kan hari ini udah makan satu es krimnya. Baba juga satu. Sama kan?” Zee masih diam saja.
“Makan es krimnya besok lagi ya.” Nah! Sampai di sini ia mulai menunjukkan ekspresi mau berteriak.
“Mau nggak mau sakit kan?” Mami memancing. Biasanya ia akan mengerti dengan pertanyaan seperti ini. Dan benar saja. Zee langsung menggeleng.
“Kalau gitu, makan es krimnya besok lagi ya. Sekarang Mami buatkan tempe goreng mau?” Setelah terlihat berpikir sejenak, Zee mengangguk. Ah, untung saja di kulkas ada tempe, dan bocah cilik ini sangat menyukai tempe goreng. Baiklah, mari kita mainkan, Zee!
“Sekarang Dedek tunggu dulu di depan tv ya.” Mami berkata dengan nada rendah sambil mengelus kepala Zee. Dan berhasil! Si bocah berlari dengan gembira, melupakan tentang es krim.
Memang the power of komprod (komunikasi produktif) sangat berpengaruh dalam psikologis anak ya. Meskipun masih harus bersusah payah dalam menerapkannya, tetapi kita tidak boleh berhenti di sini ya, Zee. Besok kita coba belajar lagi ya, Nak.
Pancar Matahari Family
Tidak ada komentar:
Posting Komentar