Day 1
Kamis, 2 November 2017
Zee dan buku adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun di usianya yang baru memasuki dua tahun ia cenderung lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain, namun kebiasaannya membaca buku yang sudah terbentuk sejak usia sembilan bulan tidak lantas ia tinggalkan begitu saja. Ada masanya setelah ia bosan berkutat dengan lego, congklak, serta permainan bongkar pasang miliknya, ia akan langsung berlari ke dalam kamar, lalu menunjuk rak buku, dan meminta Maminya untuk mengambilkan buku yang ia inginkan. Ajaibnya, ia bisa menghafal semua judul buku koleksinya. Ia juga sudah mampu melakukan komunikasi dengan baik saat hendak meminta Maminya mengambilkan buku dari rak yang belum bisa ia jangkau.
Pagi ini, Zee yang sudah terbangun sejak pukul tiga dini hari, rupanya tidak berniat melanjutkan tidurnya. Ia meminta Mami mengambilkan buku yang baru dibeli semalam. Apel Kejujuran. Itu judul bukunya. Karena Mami sudah belajar materi Komunikasi Produktif di minggu pertama kuliah Bunda Sayang IIP, maka hari ini Mami mulai belajar menerapkannya. Jika biasanya Mami akan langsung meminta Zee untuk kembali tidur, maka kali ini Mami memberikan pilihan kepada Zee.
“Zee mau tidur lagi atau baca buku aja?” Dengan mata yang masih lengket, Mami bertanya.
“Nggak mau tidur. Dedek baca buku Apel aja.” Sebaliknya, si bocah menyahut dengan penuh semangat dan mata berbinar.
“Baiklah. Kita baca buku.” Akhirnya Mami menuruti kemauan Zee, sebagai apresiasi atas keberhasilan penerapan komunikasi produktif yang pertama. Jika biasanya Mami langsung meminta Zee untuk kembali tidur, ia akan memekik sambil berkata tidak mau, dan kadangkala justru berujung tantrum. Dengan memberinya sebuah pilihan, rupanya sedikit mengubah perilakunya. It's ok. Meskipun Mami yang harus merelakan waktu tidur terpotong, setidaknya suara pekikan keras tidak terdengar pagi ini.
Aktivitas membaca buku berlangsung hingga hampir pukul enam. Karena Mami perlu melakukan rutinitas di dapur, akhirnya kembali memberikan pilihan kepada Zee.
“Dedek, Mami mau masak di belakang. Dedek di kamar aja atau ikut Mami? Ikut Mami ya.” Mami berkata sambil mengelus kepala Zee. Namun di luar dugaan, si bocah yang masih nyaman membaca buku di atas kasur, rupanya enggan beranjak.
“Nggak mau! Dedek di sini aja.” Zee berteriak. Mami yang hampir saja terlepas berkata jangan, tiba-tiba kembali teringat materi komunikasi produktif.
“Zee kalau ikut Mami ke dapur, nanti ada teman membaca. Kalau di kamar nggak ada teman.” Setelah menarik napas dan mendinginkan kepala yang hampir mendidih, Mami kembali mencoba memberinya pilihan.
“Nggak mau!” Bukannya mengikuti kemauan Mami, Zee justru marah sambil membalik-balik halaman buku dengan kasar. Hal itu hampir saja membuat Mami ikut emosi, namun materi komunikasi produktif seolah menyentil. Akhirnya, Mami kembali bersabar dan mendekati Zee sambil memeluknya, meskipun ia meronta minta dilepas.
“Dedek kalau buka buku itu pelan-pelan ya. Begini nih.” Mami memilih menunjukkan cara membalik halaman buku kepada Zee sambil tersenyum dan melembutkan nada suara. Zee memandang Mami dan buku secara bergantian, namun akhirnya ia mengikuti cara yang Mami contohkan.
Setelah drama yang berlangsung sekitar sepuluh menit tadi, Zee akhirnya mau ikut Mami ke dapur. Meskipun tujuan sebenarnya ia mau minta susu uht yang ada di dalam kulkas.
“Mi, udah habis susunya.” Di tengah kesibukan memasak, Mami mendengar Zee berteriak.
“Dicocol, Mi. Susunya dicocol.” Suara tengil disertai tawa jahil yang keluar dari mulut si bocah aktif ini membuat Mami seketika meninggalkan kompor.
“Ya Allah, Zee!” Suara Mami naik beberapa oktaf. Bagaimana tidak, Zee menarik sedotan dari dalam kotak susu, lalu menuang sisa susu ke atas lantai. Hampir saja Mami marah dan berkata 'susunya jangan dicocol', namun urung.
“Zee, susu itu untuk diminum ya. Kalau sudah habis, dibuang di plastik sampah, bukan dicocol di lantai.” Meskipun masih dikuasai emosi, Mami mencoba memberikan pengertian kepada Zee yang sudah berkali-kali melakukan sesuatu yang membuat lantai kotor dan lengket. Zee tertawa jahil. Mami menghela napas dan kembali bertanya.
“Itu susunya udah habis?” Zee mengangguk mendengar pertanyaan Mami.
“Ya udah, kalau habis, buang ke tempat sampah ya kotaknya.” Zee yang kala itu tengah memegang kotak susu dan buku secara bersamaan, terlihat kebingungan. Akhirnya Mami memutuskan memberikan perintah satu persatu untuk ia lakukan.
“Letak dulu bukunya di lantai, Nak.” Meskipun awalnya terlihat enggan, ia mengikuti petunjuk Mami juga.
“Dedek berdiri.” Sambil menatap Mami dan memegang kotak susu di tangan kanan, Zee berdiri.
“Nah, sekarang buang kotak susunya di tempat sampah ya.” Zee mengangguk lalu berlari ke arah tempat sampah.
“Udah, Mi.” Teriakan Zee membuat Mami tersenyum.
“Udah? Kalau udah sini.” Zee datang ke arah Mami.
“Bawa bukunya ke dalam kamar ya.” Niat Mami ingin mengajak Zee mandi. Namun rupanya tidak berhasil. Ia kembali berkutat dengan buku, dan berlari ke dalam kamar bukan untuk menyusun buku, justru mengeluarkan mainan dan diserak di lantai.
Sepertinya Mami harus menahan diri seharian ini. Tidak apa-apa, hitung-hitung belajar bersabar dan mengalihkan kemarahan dengan komunikasi produktif. Penerapan komunikasi produktif kepada Zee hari ini cukup memuaskan karena dapat sedikit mengurangi kebiasaan tantrumnya. Sedikit banyak ia mengerti dengan apa yang Mami katakan kepadanya.
Semangat ya, Nak. Kita belajar lagi besok. Semoga hari pertama penerapan komunikasi produktif kita kali ini akan berlanjut seterusnya.
Terima kasih IIP karena telah mengenalkan bagaimana cara melakukan komunikasi produktif kepada kami.
Pancar Matahary Family
Mami kereen...smangaat mami Zee
BalasHapusMami Zee hebat!😍😍
BalasHapushehehe
BalasHapusbiasa pakai nada tinggi kan karena anaknya suka acuh sama apa kata emaknya, tetiba harus berubah total. IIP emang keren
Salam kenal kk Zee cantik :-)
BalasHapussalam kenal juga tante
Hapus😍😍😍
BalasHapusmakasih udah mampir kak
Hapus😍😍😍
BalasHapus